TUGAS AMDAL RUMAH SAKIT
NAMA : RYAN LUTFI APRILLINO
NPM : 29414882
KELAS : 2IC12
Dampak
Limbah Rumah Sakit
I.
Pendahuluan
Program pembangunan pada periode
Pembangunan Jangka Panjang kedua adalah pembangunan berwawasan lingkungan,
sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam
pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Dalam setiap
pembangunan akan ada berbagai usaha atau kegiatan yang pada dasarnya akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dijaga
keserasian antar usaha/kegiatan tersebut dengan menganalisa dari sejak awal
perencanaannya. Dengan demikian langkah pengendalian dampak negatif dapat
dipersiapkan sedini mungkin.
Rumah sakit sebagai salah satu hasil
pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan
sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat
menjadi tempat penularan penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya
penanggulangan dampak lingkungan Rumah Sakit yang dimulai dari analisa dampak
lingkungan (AMDAL). Kenyataan, upaya tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
berbagai kendala khususnya biaya.
Adanya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
1993 Tentang Analisis Dampak Lingkungan, merupakan suatu terobosan baru yang
memungkinkan setiap Rumah Sakit yang terkena wajib AMDAL (Rumah Sakit dengan
kapasitas lebih dari 400 tempat tidur) dapat melaksanakan dengan baik.
Sedangkan bagi yang tidak wajib AMDAL dapat melaksanakan sesuai dengan situasi
dan kondisi Rumah Sakit tetapi masih memenuhi persyaratan sanitasilingkungan
yang baik.
II.
Dampak Lingkungan Rumah Sakit
a . P e n g e r
t i a n
Dampak lingkungan Rumah Sakit mempunyai
arti yang luas baik dari segi dampak/akibat maupun penyebabnya, tetapi dalam
mekalah ini yang akan dibicarakan adalah dampak akibat limbah Rumah Sakit,
masalah serta upaya penanggulangannya.
Pada setiap tempat di mana orang
berkumpul akan selalu dihasilkan limbah dan memerlukan pembuangan, demikian
pula Rumah Sakit yang merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun sehat menghasilkan limbah. Secara garis besar ada 3 (tiga)
macam limbah Rumah Sakit yaitu limbah padat (sampah), limbah cair dan limbah
klinis
-Sampah-
Sampah.
Rumah Sakit dapat dianggap sebagai
mata rantai penyebaran penyakit menular karena sampah menjadi tempat
tertimbunnya mikro organisme penyakit dan sarang serangga serta tikus. Di
samping itu kadang-kadang dapat mengandung bahan kimia beracun dan benda benda
tajam yang dapat menimbulkan penyakit atau cidera.
- Limbah Cair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua
limbah cair yang berasal dari ruangan-ruangan atau unit di Rumah Sakit yang
kemungkinan mengandung mikro organisme, bahan kimia beracun dan radio aktif.
- Limbah klinis
Limbah klinis adalah limbah yang
berasal dari pelayanan medis, perawatan gizi, "Veteranary", Farmasi
atau sejenis serta limbah yang dihasilkan di Rumah Sakit pada saat dilakukan
perawatan/pengobatan atau penelitian. Bentuk limbah klinis antara lain berupa
benda tajam, limbah infeksius, jaringan tubuh, limbah cito toksik. limbah
Farmasi, limbah kimia, limbah radio aktif dan limbahplastik.
b. Dampak
Ketiga limbah di atas secara langsung
maupun tidak langsung menimbulkan gangguan kesehatan dan membahayakan bagi
pengunjung maupun petugas kesehatan. Ancaman ini timbul pada saat penanganan,
penampungan, pengangkutan dan pemusnahannya. Keadaan ini terjadi karena :
- Volume limbah
yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya.
- Beberapa di
antara limbah berpotensi menimbulkan bahaya apabila tidak ditangani dengan
baik.
- Limbah ini
juga akan menimbulkan pencemaran lingkungan bila dibuang
sembarangan dan
akhirnya membahayakan serta mengganggu kesehatan
masyarakat.
c. Masalah
Pada dasarnya semua bahaya limbah
Rumah Sakit tersebut dapat ditanggulangi, namun berbagai faktor seperti
kebiasaan buruk, ketidak-tahuan, kebutuhan hidup (pemulung), biaya dan
lain-lain masih menjadi masalah utama dalam penanggulangan limbah ini.
Potensi
Pencemaran Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia,
Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090
dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali
menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per
hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per
hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa
limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2
persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar
376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.
Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk
mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan
penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah
besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara
maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah
sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota
Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak
mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan
air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di
Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik.
Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit.
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat
(Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit
saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah
padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang
begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah
menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan
pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya
surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang
memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis
yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah
infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap
bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar
permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus
yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah
infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak
memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian
besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang
dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas
Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan
limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses
pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun
sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit,
selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan
lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah
organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga
incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya
(Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi
pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat
penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan,
kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak
memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan
pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan
membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk
usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu,
upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan
untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan
(Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan
pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan
penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat
mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan
terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan
bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat
(Sebayang dkk, 1996).
Limbah rumah Sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan
sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik
yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan
limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah
terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan
penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan
oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana
sanitasi yang masib buruk.
Pembuangan limbah yang berjumlah
cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam
pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara
pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit
adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan
Djustiana, 1998) :
a.Limbah Klinik
Limbah
dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi
infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu
diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut
ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga
dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan
Klinik
Limbah ini
meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak
dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut
cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan
mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini
mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu
dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di
rumah sakit.
e. Limbah
Radioaktif
Walaupun limbah
ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Secara garis besar masalah yang
dihadapi di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Di Lingkungan Rumah Sakit
-
Sebagian besar
bangunan Rumah Sakit di Indonesia pada saat ini tidak dilengkapi dengan sarana
pembuangan limbah yang memadai seperti
-
"Spoel
Hok", sehingga pencemaran lingkungan lebih mudah terjadi.
-
Belum semua
Rumah Sakit dilengkapi dengan sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat
karenabatasan lahan dan kendala biaya.
-
Sikap dan perilaku petugas termasuk para
manajer Rumah Sakit yang belum mendukung dalam setiap upaya penanggulangan
limba
-
Adat dan
kebiasaan buruk dari masyarakat kita yang disebabkan ketidaktahuan dan tingkat
pendidikan yang kurang.
-
Belum
tersedianya dana kahusus baik untuk penelaahan maupun penyediaan sarana
pembuangan limbah Rumah Sakit yang tercantum dalam APBN, APBD ataupun sumber
dana lainnya.
-
Biaya pembuatan sarana pembuangan dirasakan
masin terlampau mahal, sehingga perlu dibuat suatu sarana yang lebih sederhana,
lebih mudah namun memenuhi syarat.
2.
Di Luar Lingkungan Rumah Sakit
-
Kebutuhan hidup
dari para pemulung yang sulit dihindarkan
-
Seyogyanya suatu kota perlu memiliki saluran
air limbah, namun saat ini belum tersedia sehingga sangat disarankan untuk
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air perkotaan
III.
Upaya-upaya penanggulangan limbah
Upaya-upaya penanggulangan dampak
limbah Rumah Sakit di Indonesia merupakan
bagian dari upaya peningkatan lingkungan Rumah Sakit, seperti yang tercantum
pada Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan No.986/ 1992, yang
meliputi penyehatan bangunan, makanan dan minuman, kualitas air, tempat,
pencucian linen, pengendalian sampah dan limbah, tikus dan serangga,
sterilisasi, perlindungan radiasi serta penyuluhan kesehatan lingkungan.
Kebijakan dan Langkah-langkah
yang akan dilaksanakan oleh Provinsi
Di Indonesia
adalah sebagai berikut :
1.
Kewenangan penanganan
limbah berada pada daerah atau Rumah Sakit yang bersangkutan, dengan pembinaan
teknis dari Kantor Departemen Kesehatan DT II dan Kantor wilayah Kesehatan di
DT I.
2.
Sesuai dengan edaran Dirjen Pelayanan Medis Nomor PM 01.05.6.1.01353
tentang Limbah Rumah Sakit, maka :
a.
Setiap Rumah
Sakit harus mempunyai IPAL.
b.
Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang telah ada agar dilola dengan baik.
c.
Efluen IPAL
dipantau secara berkala. Minimal 1 (satu) bulan sekali diperiksa di
laboratorium yang telah ditunjuk dan yang belum memenuhi syarat harus segera
diperbaiki.
d.
IPAL harus
direncalakan dengan baik dan disertai studi kelayakan.
e.
Tenaga
pengelola IPAL didayagunakan seoptimal mungkin. Kualitas tenaga tergantung dari
kelas Rumah Sakit. Kelas A & B serendah-rendahnya S1 di bidang kesehatan
lingkungan : teknik penyehatan, kimia, teknik sipil. Kelas C serendah-rendahnya
D3 di bidang kesehatan : lingkungan, teknik penyehatan, biologi, teknik kimia,
teknik lingkungan dan teknik sipil. Kelas D Paramedik di bidang kesehata n
lingkungan, teknik penyehatan, kimia, teknik sipil.
f.
Bagi Rumah Sakit yang belum mempunyai
tenaga-tenaga tersebut agar dipersiapkan antara lain mengikuti pelatihan.
3.
Teknis Pengelolaan
Secara teknik,
cukup banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengelola limbah padat dan
cari, namun pada dasarnya merupakan rangkaian unit pengelola limbah. Teknis
pengelolaan limbah tersebut mengacu kepada pedoman Mente ri Kesehatan tentang
Peng elolaan Limbah Klinis, antara lain : tentang Standardisasi kantong dan
kontainer pembuangan limbah. Keseragaman standar kantong dan kon tainer
mempunyai keuntungan sebagai berikut : mengurangi biaya dan waktu pelatihan
staf, meningkatkan keamanan se c ara umum, pengurangan biaya produksi kantong
dan kontainer. Secara nasional kode standar diusulkan untuk sampah yang paling
berbah aya , antaralain :
-
Sampah
infeksius: kantong berwarna kuning dengan simbol biohazard berwarna hitam
-
Sampah sitotoksik kantong berwarna ungu dengan
simbol berbentuk sel dalam telofase
-
Sampah radio
aktif kantong berwarna merah dengan simbol radio aktif.
Cara pengelolaan limbah
a.
Untuk limbah
padat dipergunakan suatu insenerator yang sederhana, tidak memakan lahan,
dengan biaya tidak terlalu mahal dan sesuai dengan kondisi serta situasi Rumah
Sakit. Salah satu contoh/model incenerator seperti model pada halaman berikut
b.
Salah satu
proses pengolahan limbah cair adalah dengan cara sedimentasi : air
limbah yang ke luar dari Rumah Sakit ditampung pada bak
"intermediate" equilisasi yang kemudian diaduk cepat, sehingga
terbentuk partikel-partikel, lalu diaduk lambat/fluktuasi, kemudian terjadi
proses sedimentasi filtrasi,
netralisasi dan efluen yang ke luar dapat digunakan untuk proses biologi atau
dibuang tanpa ada efek pencemaran.Sebagai contoh antara lain Waste Oxidation
Ditch Treatment System
(Kolom oksidasi air limbah).
IV.
Kesimpulan dan
Saran
Pengelolaan limbah Rumah Sakit di Indonesia masih
mengalami kendala/masalah, oleh karena itu perlu upaya-upaya penanggulangan
yang lebih terkoordinasikan, terstruktur dan terencana dengan metoda yang
sederhana namun efisien.

Komentar
Posting Komentar